Monthly Archives: Februari 2008

SuperMama Indosiar yang Luar Biasa (??)

Siang ini saya tak kuasa menahan keinginan saya untuk urun komentar dalam sebuah posting yang diawali rekan Teguh Usis (jurnalis Trans TV) di milis jurnalisme. Judul postingannya itu adalah seperti judul diatas.

Untuk sekedar berbagi, berikut adalah pandangan saya atas postingan dengan pokok bahasan tayangan Super Mama Indosiar tsb:

Bung Rodin, saya pikir tayangan semacam Super Mama Seleb Konser bukan hanya penekanannya pd hiburan semata.. tapi itu dah dapat dibilang meninabobokkan. .. dan tidak ada upaya mencerdaskan masyarakat sama sekali.. Kalo sejam dua jam (seperti Indonesian Idol, AFI, dll) mungkin dapat dimaklumi, tapi kalau enam jam atau lebih… Capeeek deeh… 😦

Saya setidaknya lebih dari lima kali menonton Super Mama (terakhir babak empat besar).. tapi gak sanggup mengikuti dari awal hingga akhir.. Menontonnya, itupun karena ada figur mama yang lucu & sederhana disana.. namanya Mama Dahlia.. Ia, menurut saya, banyak mengajarkan pemirsa tentang arti mensyukuri hidup ini.. dengan bahan baju yang hanya Rp 9 ribu per meter, ia tampil anggun dan memukau hadirin, komentator & pemirsa.. Ngomongnya yang ceplas-ceplos dan apa adanya berdialek Betawi, membuat saya tertarik menunggu kemunculannya. . Bahkan, ada beberapa pemirsa (seperti kawannya Robby Tumewu, salah seorang komentator pada salah satu episode) menawarkan jasa guru vokal bagi anaknya.. agar ia dan anaknya dapat tampil terus hingga jadi juara.. Eko Patrio bahkan menghadiahkan sebuah telepon genggam pada si Mama itu..

Selebihnya, acara itu hanya mengulur-ngulur waktu (menunggu jam 12 malam tiba).. banyak pembicaraan, komentar2, dialog2 dan aksi2 yang menjenuhkan dan saya tidak mendapatkan hal-hal yang mencerahkan selain ketawa-ketiwi itu..

Dan jgn lupa jg, acara seperti Super Mama itu muncul hampir setiap hari di Indosiar.. dari jam 6 petang hingga 12 malam 😦

Terhiburkah masyarakat? Mungkin ya, tapi itu sedikit saja dan sementara sifatnya… karena tidak ada pesan-pesan yang dapat menguatkan mereka akan kegetiran hidup yang harus mereka jalani (seperti halnya korban lumpur Lapindo di Sidoarjo).. Kecuali, jika pada tayangan-tayangan seperti itu tampil lebih banyak tokoh-tokoh yang “menguatkan hati” seperti Mama Dahlia..

Haruskah acara-acara seperti Super Mama kita pelihara? Atau bahkan patut ditiru stasiun2 tivi lainnya, seperti Trans TV, Bung Teguh? Saya, pikir para pemilik & pengelola stasiun tivi yang paling sahih untuk menjawabnya. .. Masyarakat biasa, dalam hal ini pemirsa, mungkin hanya bisa pasrah.. dengan semakin sedikitnya pilihan yang mencerahkan di tivi2 kita.. 😦

Salam,
Firman

rodin daulat <rodindaulat@ yahoo.com> wrote:
Bung Teguh tak usah dirisaukan. Kita jangan terlalu, bersikap sinis terhadap sesuatu program atau acara di TV yang pada dasarnya tidak kita sukai. Toh tak ada yang memaksanya, tidak kecuali pihak Indosiar.

Saya melihat yang dilakukan Indosiar sesuatu yang sah-sah saja. Dalam hal ini tim kreatif Indosiar dapat mengemas suatu acara yang biasa-biasa saja menjadi luar biasa. Dampaknya, pundi-pundi Indosiar pun akan kembali terisi, setelah sekian lama mengalami kekeringan.

Bagi saya tayangan seperti SuperMama, dapat memberikan hiburan bagia jutaan penduduk Indonesia yang kesusahan. Bukankah fungsi media massa selain aspek pendidikan dan kontrol sosial juga sebagai sarana hiburan?

teguh satyawan <s_usis@yahoo. com> wrote:
Selasa malam, 26 Februari 2008, Indosiar menggelar malam final SuperMama. Pesertanya ada 3 orang (sy lupa siapa saja mereka). Tayangan ini dimulai pukul 18.00, dan kelar pukul 01.00, alias 7 jam. Sungguh luar biasa. Dengan finalis yang cuma 3 orang, Indosiar bisa “mengulur” durasi siaran sampai 7 jam. Mungkin, bolehlah tayangan ini dimasukan ke dalam Rekor Museum Indonesia (Muri).

Dan, yang lebih luar biasa, survei AGB Nielsen menunjukkan perolehan angka TV Rating (TVR) 11, dan TV Share (TVS) 38,4. Dengan angka ini, artinya secara rata-rata, tayangan SuperMama itu disaksikan lebih dari sepertiga orang yang menonton tv tadi malam.

Jujur, saya tidak begitu paham dengan fenomena ini. Mengapa SuperMama (juga MamaMia yang sama-sama ditayangkan Indosiar), bisa merebut hati pemirsa (asumsikan saja angka TVS Nielsen bisa kita percaya). Saya belum pernah menyaksikan tayangan ini. Tapi, kata teman2 yang pernah menontonnya, drama – juga banyak kelucuan – yang dibangun pada SuperMama, membuat penonton betah berlama-lama di depan layar kaca.

Saya tak ingin menyebut bahwa penonton tv kita kurang pintar. Buktinya, dari data AGB Nielsen, ternyata tak sedikit penonton SuperMama yang berpendidikan akademi atau bahkan universitas.

Saya juga tak tahu secara pasti, edukasi seperti apa yang bisa didapatkan ketika menyaksikan SuperMama (atau MamaMia). Apakah tayangan ini mencerdaskan, saya pun juga tak bisa menjawabnya dengan pasti.

Jadi, mohon kiranya kalau ada pandangan yang mencerahkan dari anggota milis yang terhormat, sudilah kiranya berbagi dengan saya. Bagaimana para pengamat informasi yang ada di milis ini? Bang Ade Armando, Bang Arya Usis, Mas Farid Gaban, Mbak Sirikit? Mudah-mudahan ada yang sudi berbagi pencerahan.

Salam,
Teguh Usis